Pesona Bali memang tak terbantahkan. Gambaran sawah menghijau, pantai-pantai memukau, dan budaya yang kaya memikat banyak orang, melahirkan impian untuk memiliki secuil surga di pulau ini.
Dari impian itu, muncul pertanyaan umum: "Tapi, sebagai Warga Negara Asing (WNA), apakah saya benar-benar bisa memiliki tanah di Bali?"
Jawaban singkatnya, ya, bisa. Meskipun konsep 'memiliki' tanah di Bali bagi WNA tidak sama persis dengan membeli properti hak milik (freehold) di negara-negara Barat, Indonesia menyediakan jalur hukum yang jelas dan aman untuk menguasai serta memanfaatkan tanah dalam jangka panjang.
Panduan ini akan mengulas berbagai struktur hukum tersebut, membantu calon pembeli dan penyewa memahami cara legal dan aman untuk mendapatkan tanah dijual di Bali atau menyewa tanah di Bali pada tahun 2025. Sistem hukum Indonesia terus berkembang demi menyediakan mekanisme yang spesifik dan bisa diandalkan terkait kepemilikan tanah oleh WNA.
Aturan Main: Hukum Pertanahan Bali & WNA
Memahami dasar hukum properti di Indonesia adalah langkah awal. Landasannya adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960, yang mengatur kepemilikan tanah di seluruh Indonesia, termasuk Bali. Dalam UUPA, Hak Milik adalah status kepemilikan tanah yang paling kuat.
Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa Hak Milik hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Individu WNA tidak bisa secara langsung memegang hak ini. Inilah perbedaan mendasar yang perlu dipahami.
Aturan ini dibuat salah satunya karena pertimbangan nilai budaya dan sosial tanah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga warisan budaya.
Meskipun ada batasan tersebut, pemerintah Indonesia menyadari manfaat ekonomi dari investasi asing dan telah menyesuaikan berbagai regulasinya seiring waktu.
Berbagai peraturan pemerintah telah diterbitkan untuk memberi kejelasan dan jalan bagi WNA terkait hak atas properti. Karena itu, fokus bagi WNA adalah mendapatkan hak yang aman untuk menggunakan atau mendirikan bangunan, bukan kepemilikan tanah itu sendiri.
Kunci Legal Anda Atas Tanah Bali: Pilihan bagi WNA di 2025
Lalu, bagaimana WNA bisa secara legal mendapatkan hak atas tanah di Bali? Ada beberapa skema yang sudah umum dikenal, masing-masing dengan ciri khasnya.
A. Hak Sewa: Cara Umum WNA Menyewa Tanah di Bali
Hak Sewa adalah hak kontraktual untuk menggunakan tanah milik pihak lain - biasanya WNI pemegang Hak Milik - dalam jangka waktu tertentu.
Ini adalah salah satu cara yang paling lazim digunakan WNA untuk bisa menguasai properti di Bali.
Durasi sewa umumnya mulai dari 25-30 tahun dan seringkali bisa diperpanjang. Sebagai penyewa, individu atau badan usaha berhak menggunakan tanah dan membangun di atasnya (sesuai izin dan perjanjian sewa). Sangat disarankan agar perjanjian sewa dibuat dan disahkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
B. Hak Pakai: Kepemilikan Personal atas Tanah Bali
Hak Pakai adalah hak atas tanah yang terdaftar, yang memberi seseorang hak untuk menggunakan tanah demi tujuan tertentu. Bagi WNA, biasanya ini untuk keperluan tempat tinggal.
Syaratnya, WNA umumnya harus memiliki izin tinggal yang sah di Indonesia, seperti KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) atau KITAP (Kartu Izin Tinggal Tetap). Beberapa jenis visa, seperti KITAS Investor atau Visa Rumah Kedua (Second Home Visa), juga bisa menjadi dasar bagi WNA untuk mendapatkan Hak Pakai.
Ada beberapa ketentuan bagi WNA yang ingin mendapatkan Hak Pakai untuk tempat tinggal pribadi. Umumnya, ini terbatas hanya untuk satu properti per WNA atau per keluarga WNA.
Ada juga batasan nilai minimal properti yang berbeda di tiap daerah; untuk Bali, angkanya sering disebut berkisar Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.
Hak Pakai bisa diberikan di atas Tanah Negara atau tanah Hak Milik yang statusnya kemudian diubah menjadi Hak Pakai.
Pertanyaan penting lainnya, bisakah Hak Pakai diberikan atas tanah kosong agar WNA bisa membangun rumah pribadi? Peraturan mengindikasikan, ya; Hak Pakai memungkinkan untuk "menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah" dan bisa diberikan atas "tanah yang dikuasai langsung oleh Negara" atau "tanah milik orang lain".
Beberapa sumber bahkan secara jelas menyebutkan Hak Pakai memungkinkan penggunaan tanah kosong untuk membangun vila.
Namun, perlu dicatat perbedaan untuk unit apartemen (strata title): jika WNA membeli unit apartemen dengan Hak Pakai, bangunannya biasanya sudah harus ada. Properti yang dipegang dengan Hak Pakai untuk tempat tinggal pribadi umumnya tidak boleh disewakan untuk tujuan komersial.
Jangka waktu Hak Pakai biasanya diberikan untuk 30 tahun pertama, bisa diperpanjang 20 tahun, lalu diperbarui lagi untuk 30 tahun berikutnya, sehingga totalnya bisa mencapai 80 tahun. Peraturan Pemerintah No. 18/2021 adalah landasan hukum utama yang mengatur hak ini. Proses perpanjangan dan pembaruannya diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kelebihan Hak Pakai adalah statusnya sebagai hak individu yang terdaftar dan lebih kuat dibandingkan Hak Sewa. Hak ini bisa dialihkan ke WNA lain yang memenuhi syarat, atau dijual kembali ke WNI (yang kemudian bisa mengubahnya kembali menjadi Hak Milik). Hak Pakai juga bisa diwariskan.
Kekurangannya antara lain keharusan memiliki izin tinggal, batasan penggunaan yang ketat (utamanya untuk tempat tinggal pribadi), syarat nilai minimal properti, dan batasan hanya satu properti.
C. PT PMA & Hak Guna Bangunan (HGB): Jalur Investor Membeli Tanah di Bali
Untuk investasi yang lebih besar, khususnya untuk usaha komersial atau pengembangan properti, mendirikan perusahaan penanaman modal asing (PT PMA) adalah jalur utamanya. Sebagai badan hukum Indonesia, PT PMA bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB).
Lihat: Tanah investasi komersial langka dijual di Batu Bolong
PT PMA bisa membeli tanah (seringnya tanah berstatus Hak Milik, yang kemudian dikonversi menjadi HGB atas nama PT PMA, atau tanah yang memang sudah berstatus HGB). Investor asing menjadi pemilik PT PMA tersebut.
Struktur ini paling pas untuk proyek komersial seperti hotel, resor, kompleks vila untuk disewakan, atau pengembangan properti lain yang memerlukan kontrol penuh atas bangunan dan operasionalnya.
Hak HGB biasanya diberikan untuk 30 tahun awal, bisa diperpanjang 20 tahun, dan kemudian diperbarui lagi untuk 30 tahun, sehingga total durasinya bisa mencapai 80 tahun. Pembaruan HGB ini memiliki syarat, misalnya tanah tersebut harus dimanfaatkan secara efektif dan sesuai tujuan awal.
PT PMA pemegang HGB berhak mendirikan bangunan (sesuai izin), menggunakan bangunan tersebut, menjaminkan hak HGB-nya, serta mengalihkan atau menjual hak HGB tersebut ke pihak lain yang memenuhi syarat, seperti PT PMA lain atau perusahaan/WNI.
Namun, jalur ini punya persyaratan yang tidak sedikit. Mendirikan PT PMA memerlukan investasi modal minimal, yang sering disebut sebesar Rp 10 miliar.
Ada juga kewajiban terkait kepatuhan perusahaan, pelaporan, dan pajak yang harus dipenuhi secara berkelanjutan. Status HGB itu sendiri bergantung pada eksistensi legal dan kepatuhan PT PMA.
Lebih lanjut, semua kegiatan pembangunan harus tunduk pada aturan zonasi setempat (misalnya, memastikan tanah berada di zona komersial atau pariwisata), mengikuti kaidah arsitektur Bali, dan mematuhi batasan tinggi bangunan 15 meter yang berlaku di seluruh pulau.
Keunggulan utama skema PT PMA/HGB adalah memberikan WNA status yang paling mendekati "kepemilikan" tanah untuk tujuan komersial dan pengembangan, dengan kontrol yang kuat dan keamanan jangka panjang.
Kelemahannya adalah kompleksitas dan biaya pendirian serta pengelolaan PT PMA, modal awal yang besar, dan beban administrasi yang berkelanjutan.
D. Peringatan Penting: Jebakan Menggunakan Nama Orang Lain (Nominee)
Sangat penting untuk mewaspadai kesalahpahaman atau praktik berisiko, yaitu menggunakan WNI sebagai "nominee" atau atas nama untuk memegang sertifikat Hak Milik demi kepentingan WNA. Praktik ini ilegal menurut hukum Indonesia karena dianggap mengakali Undang-Undang Agraria, yang menegaskan Hak Milik hanya untuk WNI.
Risiko menggunakan nominee sangatlah besar. WNA tidak punya perlindungan hukum atau hak apa pun atas properti tersebut; di atas kertas, nominee adalah pemilik sah dan bisa menjual, menjaminkan, atau membebani properti tanpa persetujuan WNA.
Perjanjian sampingan apa pun antara WNA dan nominee umumnya tidak bisa diakui di pengadilan Indonesia, dan ada risiko properti tersebut disita negara.
Pihak berwenang di Indonesia kabarnya semakin memperketat pengawasan terhadap praktik semacam ini. Adanya jalur legal yang jelas seperti Hak Sewa, Hak Pakai, dan PT PMA/HGB menunjukkan bahwa pemerintah mengarahkan WNA untuk menggunakan jalur-jalur resmi tersebut.
Perubahan regulasi belakangan ini, seperti Peraturan Pemerintah (GR) No. 18/2021 dan diperkenalkannya pilihan visa baru seperti Visa Rumah Kedua (yang terkait dengan syarat Hak Pakai), mengindikasikan tren ke arah penyediaan pilihan yang lebih pasti dan berpotensi jangka panjang bagi individu.
Ini menandakan pergeseran dari ketidakpastian menuju jalur yang lebih jelas, meski tetap teregulasi, bagi WNA untuk memiliki hak atas tanah.
Langkah Cerdas dalam Proses Akuisisi Tanah di Bali
Mendapatkan hak atas tanah yang dijual atau disewa di Bali memerlukan kehati-hatian. Mengambil langkah yang tepat dan terinformasi adalah kunci transaksi yang lancar dan aman.
A. Uji Tuntas (Due Diligence): Perlindungan Utama Anda Saat Mencari Tanah di Bali
Uji tuntas yang komprehensif mutlak diperlukan untuk menghindari masalah di kemudian hari, seperti sengketa hukum, kerugian finansial, atau mendapatkan properti yang ternyata tidak bisa dimanfaatkan. Proses uji tuntas di Bali bukan sekadar formalitas, melainkan strategi penting untuk meminimalkan risiko.
Poin-poin penting yang harus diperiksa:
- Verifikasi Sertifikat Tanah: Keaslian dan status sertifikat tanah harus dicek di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Konfirmasi Zonasi (Tata Ruang): Pastikan peruntukan zonasi tanah (misalnya, untuk permukiman, komersial, pariwisata, atau jalur hijau/pertanian). Dokumen PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) kini menjadi sangat krusial dan wajib diurus sebelum mengajukan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB/PBG): Jika sudah ada bangunan, IMB-nya (kini disebut PBG) harus diverifikasi.
- Akses Jalan: Pastikan ada akses jalan yang legal dan fisik ke lokasi.
- Persetujuan Pasangan Penjual: Mungkin diperlukan jika penjual sudah menikah.
- Tanah Warisan: Pastikan semua ahli waris setuju untuk menghindari sengketa di masa depan.
- Verifikasi Pembayaran Sewa (jika take-over): Jika melanjutkan sewa, pastikan pembayaran ke pemilik tanah tidak ada tunggakan.
B. Peran Notaris/PPAT: Pendamping Hukum Anda
Di Indonesia, Notaris dan khususnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memegang peranan vital dalam transaksi properti. PPAT bertugas menyusun dan melegalisasi dokumen-dokumen penting, memverifikasi keaslian, menyaksikan penandatanganan, memastikan kepatuhan prosedur, dan membantu proses pendaftaran ke Kantor Pertanahan (BPN).
C. Gambaran Biaya & Pajak
Calon pembeli perlu mengetahui beberapa jenis pajak dan biaya terkait akuisisi:
- Pajak Pembelian (BPHTB): Umumnya 5% dari nilai transaksi, ditanggung pembeli.
- Biaya Notaris/PPAT: Biasanya berkisar 0,5% hingga 2,5% dari nilai properti.
- Pajak Penghasilan Penjual (PPh): Umumnya 2,5% atau 5% dari harga jual, ditanggung penjual.
Biaya lain yang mungkin timbul antara lain biaya survei tanah, laporan uji tuntas, dan biaya pendirian PT PMA.
D. Situasi Pasar Terkini: Mencari Tanah Dijual di Bali (2025)
Pasar tanah di Bali pada tahun 2025 tetap menunjukkan dinamika yang menarik.
Kawasan Populer (Hotspot):
Area-area premium yang sudah dikenal seperti Canggu, Seminyak, dan Uluwatu masih menjadi incaran utama, khususnya untuk properti mewah dan yang menawarkan potensi sewa tinggi.
Lokasi yang sedang naik daun dan berkembang antara lain Pererenan (sering dianggap sebagai kelanjutan dari Canggu), Tabanan (semakin diminati untuk resor ramah lingkungan dan menawarkan pilihan lebih terjangkau dekat Canggu), Ubud (pusat para pekerja digital dan retret kesehatan), Sanur (favorit para pensiunan dan keluarga), dan kemungkinan Bali Utara, seiring rencana pembangunan bandara internasional baru di kawasan tersebut.
Lihat: Peluang investasi menarik, tanah dengan proyek vila di Ubud
Tren Utama yang Mempengaruhi Pasar:
- Harga tanah secara umum menunjukkan tren kenaikan yang stabil, dengan peningkatan tahunan dilaporkan sekitar 6-8% dalam beberapa tahun terakhir.
- Pulihnya sektor pariwisata, dengan lebih dari 6,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara di 2024, ditambah popularitas Bali di kalangan pekerja digital, terus memicu permintaan berbagai jenis properti, termasuk tanah kosong di Bali untuk pengembangan.
- Terlihat pergeseran signifikan ke arah pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, di mana investor dan pengembang semakin banyak menerapkan praktik konstruksi hijau.
- Jangka waktu sewa yang lebih panjang, dengan perpanjangan yang memungkinkan hingga 80 tahun penguasaan, menjadi semakin umum dan didukung oleh regulasi terkini.
- Akses WNA untuk mendapatkan Hak Pakai dilaporkan menjadi lebih mudah dengan adanya peraturan terbaru.
- Penerapan sistem pendaftaran tanah digital di beberapa kabupaten, seperti Badung dan Gianyar, bertujuan menyederhanakan dan mempercepat proses uji tuntas.
- Tren penting lainnya adalah pergeseran pasar ke model sewa jangka menengah hingga panjang, sebagian dipicu oleh pengetatan regulasi dan pembatasan zonasi untuk penyewaan liburan jangka pendek di area tertentu. Ini menunjukkan bagaimana kebijakan bisa secara langsung memengaruhi strategi investasi.
Merasa bingung dengan urusan legalitas? Jangan khawatir. Untuk panduan lengkap langkah demi langkah proses pembelian, Anda bisa mempelajari Panduan Lengkap 2025: Cara Beli Properti di Bali untuk WNA.
Jika impian Anda adalah membangun vila pribadi di atas sebidang tanah pilihan di Bali, memahami seluk-beluk proses perizinan adalah hal yang sangat penting. Mencari tahu lebih banyak tentang cara menavigasi peraturan bangunan adalah langkah krusial berikutnya.
Wujudkan Impian Anda di Bali secara Legal dan Penuh Percaya Diri
Kesimpulannya, meskipun Hak Milik atas tanah di Bali secara eksklusif hanya untuk WNI, WNA tetap memiliki beberapa jalur yang kuat dan legal untuk mendapatkan hak jangka panjang, baik untuk tempat tinggal, investasi, maupun bisnis.
Pilihan seperti Hak Sewa, Hak Pakai (bagi yang memiliki izin tinggal), atau mendirikan PT PMA untuk mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) menjadikan impian untuk memiliki properti di Bali sangat mungkin diwujudkan.
Kunci suksesnya adalah memahami berbagai skema ini, memilih yang paling sesuai dengan tujuan Anda, dan yang terpenting, melakukan uji tuntas secara menyeluruh. Menavigasi lanskap hukum di Indonesia memang memerlukan ketelitian dan panduan dari profesional.
Siap untuk melihat-lihat vila pilihan untuk dijual, menemukan vila idaman untuk disewa, atau mendapatkan tanah-tanah strategis (baik tanah dijual di Bali maupun opsi sewa tanah di Bali)?
Kibarer Property menawarkan beragam pilihan vila dijual, vila disewakan, dan kavling tanah, serta menyediakan pendampingan notaris berpengalaman untuk memandu Anda di setiap langkah dalam mengamankan properti impian Anda di Bali. Kunjungi daftar properti eksklusif kami di https://www.villabalisale.com dan biarkan tim kami yang berpengalaman membantu Anda menemukan surga kecil Anda hari ini!